KENALKAN TRADISI NGAKEUL PADA KAUM MILENIAL

Kabupaten Bandung, kilasbandungraya.com-Di jaman canggih serba elektronik seperti saat ini memang dapat membantu lebih cepat dalam melakukan segala hal, seperti dalam memasak nasi misalnya. Lebih praktis dan cepat saji menjadi alasan banyak orang memilih menanak nasi menggunakan magicom, keberadaan elektronik tersebut tentu membuat banyak orang terutama kaum milenial tidak mengetahui bagaimana proses memasak nasi pada zaman dulu.

Untuk mengenalkan tradisi memasak nasi zaman dulu Pemerintah desa setempat menggelar festival ngakeul yang di gelar dalam rangka memeriahkan HUT RI Ke-74 tahun 2019 di lapangan papirasakan desa tanimulya namprah Kabupaten Bandung Barat pada minggu siang, ngakeul merupakan tahap akhir dari proses menanak nasi.

Festival ngakeul ini di ikuti oleh 75 orang peserta, meliputi 25 grup yang masing-masing grup nya di bagi menjadi 3 orang dan merupakan perwakilan dari setiap RW setempat, sementara untuk tim penilai pihak panitia melibatkan 4 orang yang meliputi 2 orang guru, dan 2 orang seniman asal Bandung.

Adapun yang menjadi penilai pada festival tersebut yakni mulai dari seluruh tahapan proses dalam menanak nasi seperti napi beras, mencuci beras,ngarih atau memasak nasi setengah matang, nyepan atau menanak nasi hingga ngakeul, atau tahap akhir pada proses menanak nasi di atas kulan.

Tidak hanya itu kekompakan dan kostum adat sunda yang di pakai serta peralatan tradisional yang di bawa peserta di luar peralatan yang di sedia panitia juga menjadi bagian dari penilaian.

“Untuk melestarikan kegiatan-kegiatan orang tua pada dulu terutama kepada generasi muda itu tidak tau masalah ngakeul itu apa, jadi sekarang generasi muda terutama generasi-generasi zaman sekarang zaman now taunya pas begitu di masukan listrik magicom, magicjet, langsung di makan jadi tidak mengetahui proses-proses dari awalnya perjuangan-perjuangan dari awalnya, perjuangan-perjuangan orang tua bagaimana tatacara nya ngakeul mengolah beras menjadi nasi.” ujar LILI SUHAELI BAKHTIAR selaku KEPALA DESA TANIMULYA.

“Itu yang di ninai estetika nya di mana teknik ngakeul nya yah,antara mengaduk nasi dengan di kipas gitu, lalu untuk yang lainya kekompakan seragam atau kostum lalu perlengkapan selain yang sudah di sediakan oleh panitia, juga peserta membawa barang-barang yang sekiranya bisa di pakai dan membantu ketika proses memasak.” ujar ENENG NANI SURYATI selaku KETUA TIM PENILAI.

Festival ngakeul ini belum pernah di lakukan di daerah lain, dan baru pertama di lakukan oleh Pemerintah desa Tanimulya, respon baik pun terlihat dari antusiasnya peserta bahkan mereka berharap kegiatan ini rutin di gelar setiap tahun nya dengan tingkat peserta lebih banyak.

“Supaya kembali ke nenek moyang dulu, nenek moyang dulukan gak ada minyak tanah, gak punya areng, areng juga gak ada nyari nya kayu kan di hutan, makan nya kita ngikuti nenek moyang dulu Alhamdullilah bagus seneng, besok di ulang lagi yah.” ujar MARWINDARNI selaku PESERTA.

Menanak nasi dengan cara tradisional yang di lakukan orangtua zaman dulu, untuk tidak hanya sekedar menanak nasi melainkan memiliki piloshopi dari setiap proses nya, mulai dari menyiapkan media tungku untuk pembakaran yang memiliki piloshopi membakar hawa nafsu atau niat jahat manusia. Kemudian ada suluh atau kayu bakar yang memiliki piloshopi memberikan penyeluruhan kepada generasi muda agar kehidupan para pemuda terarah sesuai harapan yang baik.

Proses napi beras yang memiliki piloshopi untuk membersihkan hal-hal yang buruk dengan cara memilah mana yang baik dan benar, kemudian ada proses musikan, pada zaman dulu proses musikan atau membersihkan beras itu harus sambil membaca sholawat nabi, sehingga hasil nya akan berkah lalu ada seeng yang di dalam nya telah di isi air dan berfungsi untuk mengukus nasi kemudian di panas kan dengan tungku api memiliki piloshopi bagaimana memupuk kondisi lingkungan yang memiliki beragam gejolak dengan cara memberikan keputusan bijak oleh para pengurus atau sang pemimpin.

Di dalam seeng itu ada kriteria nasi yakni nasi setengah matang yang memiliki piloshopi bahwa melakukan segala hal masyarakat, harus berpikir matang sebelum bertindak tidak boleh setengah-setengah sehingga hasilnya akan bermanfaat dalam segala hal. Di atas seeng kemudian ada asepan atau kerucut segitiga yang memiliki piloshopi bahwa seluruh elemen masyarakat yang ada di lingkungan harus mengkerucut atau menjalin hubungan baik dengan manusia dan sang pencipta. Usai para peserta menanak nasi kepala desa Tanimulya LILI SUHAELI BAKHTIAR beserta istri di dampingi panitia dan tim penilai, kemudian menyisir satu persatu.

Dari Kabupaten Bandung Barat Jawa Barat tim liputan ismart media mengabarkan.

AISYAH

Posting oleh :Rizal

Transkrip oleh :Aisyah

Tonton via youtube

Tonton via vidio.com